Sahabat

Sahabat.. siapa yang tidak punya sahabat? Kalian pasti punya kan?
Kalau kalian bertanya apakah aku punya sahabat? Ya, aku pun punya.. Aku bersyukur sekali diberikan orang-orang terbaik di sekelilingku yang aku sayangi, keluarga, sahabat, teman, rekan kerja, kenalan..
Terkadang, aku memberikan label kepada setiap orang di sekelilingku. Ada yang aku beri label “Sahabat”.. Menurutku, sahabat adalah tempat aku bisa dengan leluasa menjadi diriku sendiri. Sahabat itu tempat dimana aku bisa mencurahkan segala isi hati, pemikiran dan perasaan, tanpa adanya perasaan canggung ataupun tidak enak. Sahabat bagiku adalah orang terpenting setelah keluarga. Ya, itu sebagian kecil makna sahabat bagiku.
Oke, jadi sebenernya aku nulis ini tuh mau cerita tentang salah satu sahabat aku.. Aku tuh berteman sama dia sejak SD. Pertama kenal pas kelas 4 SD, itupun karena salah satu temanku ada yang suka sama dia, jadi aku dikenalin deh sama dia. Haha.. Gila yah jaman SD udah suka-sukaan gitu.. :p
Singkat cerita, pertemanan kami terus berjalan. Seiring berjalan waktu, makin banyak hal-hal yang kami bagi bersama, mulai dari keluh kesah di keluarga, pertemanan, percintaan, masalah kuliah, musik, hingga apapun yang bisa dibahas mengenai kehidupan dan semua target-target pribadi kita.
Kalau dikalkulasiin, aku berteman sama dia itu udah sekitar 14 tahun.. Lama juga yaah.. haha..
Nah, singkat cerita, aku sama dia itu satu kampus, tapi beda  fakultas.. aku di FIKOM, dia di FISIP.. Dulu, saat kita mau masuk kuliah, aku sempat bilang sama dia “Pokoknya, nanti di Jatinangor, lo ga boleh sombong-sombong sama gw ya mas, sering-sering ketemu, temenin gw, kalo gue minta tolong, jangan sombong-sombong ya”
Eh dia dengan santainya cuma jawab, “Nda, kita gak usah sering-sering ketemu, lo pasti juga bakal sibuk sama temen-temen lo, Nda.. Tapi, ketika salah satu dari kita saling membutuhkan, kita berusaha untuk selalu ada.”
Awalnya aku pikir dia asal ngomong kayak gitu, eh ternyata, sampai 4 tahun kami bareng-bareng di kota terpencil itu, janji itu selalu dipegang. Sebisa mungkin kami menyisihkan waktu ketika salah satu dari kami membutuhkan bantuan, atau sekedar membutuhkan telinga untuk mendengarkan segala cerita.
November 2010, aku lulus dan meninggalkan kota terpencil itu. Sayang sekali, sahabatku itu tidak dapat hadir di hari kelululusanku (wisuda) karena satu dan lain hal *lupa gue gara2 apa*.. Tapi, komunikasi kami tidak pernah putus. Sekedar menegur sapa di jejaring sosial ataupun melalui sms maupun client software chatting lintas provider.. terkadang kami berbagi cerita sekilas..
Tak terasa, setahun lebih kami tak bertemu.. 2 malam yang lalu, sahabatku itu mengucapkan sapa di software percakapan tersebut. Dia mengatakan banyak yang ingin diceritakan kepadaku. Penuh sekali di otaknya hal-hal yang ingin diceritakan kepadaku, jika meminjam istilahnya, “Udah banyak episode kehidupan gue selama setahun lebih ini yang lo lewatin, Nda..”

Dan kalian tahu? Dia selalu punya cara unik untuk menumpahkan apa yang dia pikirkan dan rasakan. Haha.. dan kali ini, caranya adalah dia menuliskan semua yang ada di pikirannya ke dalam sebuah dokumen elektronik. Tahu berapa halaman yang dihasilkan? Dia menuliskan 17 halaman rangkuman kegiatannya selama setahun lebih kami tidak bertemu.. Aku serasa membaca ringkasan novel ketika membaca ceritanya.    
     Antara senang, sedih, terharu, semua campur aduk ketika membacanya. Aku bisa merasakan setiap kalimat pengungkapan emosinya saat dia menuliskan setiap peristiwa. ketika ia marah, ia sedih, ia senang, semua seperti tergambar jelas. Otakku seperti sedang melakukan reka ulang, bagaikan video yang berputar di pikiranku dengan ia sebagai pemeran utama, bercerita secara singkat kejadian selama setahun terakhir.
     Kini, aku yang sedang bingung bagaimana membalas cerita itu. Merangkum kegiatanku selama setahun lebih sejak kali terakhir aku bertemunya? Bisa berapa halaman akan aku tulis? terlalu banyak peristiwa yang aku lalui, hingga aku bingung harus mulai dari mana. Sebenarnya, aku lebih suka bertatap muka, menceritakan semuanya secara langsung. Tapi, susah sekali rasanya mengatur jadwal untuk kami dapat bertemu sekedar menikmati segelas kopi sambil berbagi cerita..
        Kamu, kalau baca tulisan ini, terima kasih.. Karena masih mempercayakan aku sebagai tempat kamu berbagi tentang apa yang kau lalui dalam sebuah masa yang disebut kehidupan. Senang sekali rasanya ketika kau menyebutkan di surat, eh aku boleh menyebut itu surat? haha.. kamu bilang “Entah napa td gw kepikiran pengen cerita ma lo”.. Senang sekali rasanya ketika tahu keberadaan kita dibutuhkan oleh seseorang.

Rizky Ramadhan

Laras

0 comments:

Post a Comment