5 Minggu Setelah Kepergianmu

Aku tak pernah sesedih ini. Kukira waktu yang kubutuhkan untuk melupakanmu juga tak sepanjang ini. Aku salah besar, hari-hari yang kulalui, bersama dengan usaha untuk melupakanmu, ternyata tak menemukan titik temu. Kamu masih jadi segalanya, masih berdiam dalam kepala, masih jadi yang paling penting dalam hati. Maaf, jika segala kejujuranku terdengar bodoh. Sebentar lagi, kamu pasti akan berkata bahwa sikapku berlebihan. Seandainya sekarang aku berada di sampingmu, akan kuceritakan sebuah kisah tentang melupakan dan mengikhlaskan, sungguh dua hal itu bukanlah hal yang mudah.
Lima minggu harusnya waktu yang sangat cukup untuk menghilangkan perasaan, namun ternyata aku tak termasuk dalam pernyataan itu. Hari berganti minggu dan sosokmu masih jadi penunggu, menyergap perhatianku, menguji imanku, dan merontokan kepercayaanku. Tubuhku dingin dan menggigil saat menghadapi perpisahan. Aku tak punya banyak pelukan hangat, sehangat rangkulanmu yang melingkar manis di bahuku. Belum kutemukan bisikan lembut, selembut ketika kamu berbisik tentang cinta, mimpi, dan harapan-harapan yang dulu ingin kita wujudkan berdua.
Sekali lagi aku katakan, melupakan tak akan pernah mudah. Merelakan yang pernah ada menjadi tidak ada adalah kerumitan yang belum tentu kautahu rasanya. Aku menulis ini saat aku terlalu lelah dihajar kenangan. Mengapa di otakku; kautak pernah hilang barang sedetik saja? Perkenalan kita terlalu singkat untuk disebut cinta dan terlalu dalam jika disebut ketertarikan sesaat. Aku tak tahu harus diberi nama apa kedekatan kita dulu. Aku tak mengerti mengapa aku yang tak mudah tergoda ini malah begitu saja terjebak dalam perhatian dan tindakanmu yang berbeda. Kamu sangat luar biasa di mataku, dulu dan sekarang; tetap sama.
Dan, aku masih menangisi juga menyesali yang sempat terjadi. Bertanya-tanya dalam hati, mengapa semua harus berakhir sesakit ini? Apa tujuanmu menyakitiku jika dulu kita pernah menjadi belahan jiwa yang enggan saling melepaskan? Aku tak tahu sedang berbuat apa kamu di sana. Aku tak lagi tahu kabarmu. Segala ketidaktahuanku mengantarkan perasaanku pada perasaan asing, rindu yang semakin hari semakin berontak. Rindu yang meminta pertemuan nyata. Rindu yang memaksa dua orang yang sekarang berjauhan untuk kembali berdekatan.
Kalau aku berada di sampingmu sekarang, ingin rasanya aku mengulang segalanya. Kuperbudak waktu, kuhentikan detak jarum jam semauku. Agar yang hadir dalam hari-hariku hanyalah kamu, hanyalah kita, dan hanyalah bahagia tanpa air mata. Seandainya hal itu bisa kulakukan, mungkin sekarang aku tak akan merindukanmu sesering dan sedalam sekarang. 
Terakhir kita bertemu, ketika kita memutuskan untuk mengakhiri segalanya, ketika pelukmu tak lagi kurasakan, dan ketika akhirnya kita memilih berjauhan; semua jadi begitu berbeda. Perbedaan yang berulang kali berusaha kupahami, namun tak kunjung kumengerti. Bisakah kaumembantuku untuk memudahkan segalanya? Agar aku bisa menerima, bisa mengikhlaskan, bisa merelakan dengan sangat gampang!
Benarkah ini semua hanya bualanmu? Betulkah kebersamaan kita hanya kauanggap sebagai permainan? Mengapa aku terlalu bodoh untuk membaca hal itu dari awal? Apa karena kauterlalu berkilau, hingga mataku terlanjur buta dan telingaku seketika tuli, jadi yang kulihat dan kudengar hanya bisikan harapan yang sebenarnya sungguh bukanlah kenyataan.
Berhenti menyiksa aku dengan segala macam rindu dan kenangan, atau mungkin aku yang menyiksa diriku sendiri karena tak mampu melupakanmu? Ah, sudahlah, aku cuma ingin memberitahu, kita sudah lima minggu berpisah dan berjalan sendiri-sendiri. Jadi, apa kabar kamu sekarang? Apakah kamu masih semanis dan semenyenangkan dulu? Ataukah kamu yang sekarang adalah kamu yang tanpa topeng, kamu yang ternyata jauh berbeda dari yang kukira?
Aku benci harus mengakui ini. Aku sering merindukanmu dan memendam perasaanku. Tersiksa dengan angan sendiri, mengiris hati dengan kemauan sendiri. Aku ingin mengaku (dengan sangat terpaksa) bahwa aku masih mencintaimu dan berharap kamu kembali, walaupun hanya untuk menenangkankudan berkata bahwa segalanya akan baik-baik saja.

Cinta BErtepuk Sebelah Tangan ( NEW )

Pernahkah kamu berharap pada seorang mahluk,

Kamu berharap kebaikannya,

Kamu berharap kehadirannya,

Kamu berharap perhatiannya,

Bahkan kamu berharap kasih sayangnya,

Tapi..

Seringkah engkau dikecewakannya?

Seringkah engkau menangis karenanya?

Seringkah engkau merasa disakiti olehnya?


Lalu…

Pantaskah kamu masih berharap padanya?

Ataukah dalam kecewa, dalam tangis dan dalam sakit itu

Adakah kebahagiaan yang kamu dapatkan?

Apakah dengan kecewamu, dia berubah menjadi baik?

Apakah dengan tangismu, dia akan hadir?

Ataukah dengan perasaan sakit hatimu, dia menyayangimu?

Mungkin jawabannya TIDAK

Jadi…

Bukankah ini saatnya untuk kamu pergi?

Bukankah ini saatnya untuk kamu berpaling?

Bukankah ini saatnya untuk kamu menjauh?

Setidaknya pergilah dari rasa kecewa itu…

Berpalinglah untuk tetesan airmata itu

Menjauhlah untuk membahagiakan hatimu..

Sulitkah itu bagimu?

Jika “YA”,

Pikirkanlah betapa dia tak pernah mengharapkanmu..

Pikirkanlah betapa dia tak pernah mempedulikanmu..

Pikirkanlah betapa dia bahkan tak sempat memikirkanmu..

Tanpa kamu sadari…

Kamu telah hanyut dalam harapan, impian dan angan kosongmu

Sedikit kata darinya sudah membuat kamu merasa diperhatikan

Sedikit senyum darinya sudah membuat kamu pikir dia peduli

Sedikit kabar darinya sudah membuat kamu terlena, tak beranjak…

Ya… semua yg sedikit itu saja sudah membuat kamu bahagia…

Yg sedikit bahkan semu, sudah membuat kamu bertahan..

Untuk apa?

Untuk sesuatu yang KOSONG,

Untuk sesuatu yang tak pernah dia pikirkan

Untuk sesuatu yang bukan apa-apa untuknya

Untuk sesuatu yang DIA TIDAK TAHU

Atau sesuatu yang dia TAK AKAN PEDULI

Dan esok, lusa, nanti ataupun detik yang akan datang…

Kamu akan kecewa, menagis dan sakit hati lagi…


Tidakkah semua itu CUKUP?

Saatnya kamu melangkah Nak…

Mendaki di terjal kehidupan dan mengalir bagai sungai

Jangan bertahan untuk harapan yg tak pernah ada…

Jangan menunggu hembus angin yang lalu…

Jangan sampai kamu terbangun dalam keadaan remuk

Selagi kamu bisa berdiri…

Selagi airmatamu belum habis

Selagi hatimu belum bernanah..

Biarlah sakitnya terasa hari ini..

Esok luka itu akan mengering

Biarlah dia menjadi bagian kenanganmu

Tapi dia tak lagi menghancurkanmu

Bahkan ketika kamu pergi

Dia tak akan menangisimu

Mungkin dia tak menyadarinya

Karena kamu bukan yang diharapkannya

Kamu bukan yang dipirkannya

Kamu bukanlah apa-apa baginya

Jangan pernah menoleh lagi untuknya

Jika hari ini kamu sadar siapa dia

Besok, tahun depan, sepuluh tahun lagi

Dia akan menjadi orang yang sama

Yang tak pernah mempedulikanmu

Yang hanya memberimu sedikit kata, sedikit senyum

Yang akan menumpahkan air matamu,

Menggoreskan rasa kecewa,

Dan mengguratkan luka dihatimu….

Maka…. PERGILAH Nak, PERGILAH…

Biarkan hari ini adalah akhir kecewa kamu

Biarkanlah airmata itu menetes sederasnya

Dan biarlah rasa sakit itu menghunjam dalam

Tapi itu yang TERAKHIR untuknya….

Itu yang TERAKHIR…


Ingat...

Tuhan tidak menciptakan satu orang didunia ini..

Bukalah hatimu,

Diluar sana masih banyak yang membutuhkanmu..

Cukuplah dirimu untuk mereka yang siap menerima cintamu..

Yang lebih menghargai cintamu..



Rizky Ramadhan.

Laras.